Sabtu, 06 Februari 2010

Islam di Senegal


Senegal

Bagian selatan Sahara, dari Senegal sampai ke bagian atas lembah Sungai Nil, telah ditempati orang kulit hitam Afrika sejak zaman prasejarah. Dari tahun 300 telah berdiri kekaisaran kuno Ghana, Mali dan Songhai (di Mali tengah). Kemudian berdiri pula pemerintahan-pemerintahan kecil di Senegal, yakni Tukulor, Serer dan Wolof.

Suku-suku Negro yang tinggal di Senegal dan daerah tetangganya diislamkan oleh kelompok al-Murabitun dan pengikut Tarekat Tijaniah. Gerakan Murabitun yang kemudian menjadi suatu dinasti yang memerintah hingga 1147 dengan ibu kota al-Marakisy (sekarang Marrakech) di Magribi (Maroko ), berawal dari Senegal. Tarekat Tijaniah didirikan oleh Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Salim at-Tijani dan berkembang di Maroko, Aljazair, Sudan, Guinea dan Senegal. Sampai sekarang umat Islam Senegal masuk ke dalam salah satu dari tiga perkumpulan tarekat, yaitu Tijaniah, Kadariah, dan Muridiah (cabang Kadariah).

Para pemimpin tarekat ini disebut marabout dan mempunyai peranan penting dalam politik Senegal, karena mereka dapat mempengaruhi para pengikutnya dalam menyalurkan aspirasi politik mereka ke partai politik tertentu. Sebelum Islam datang, agama Kristen dan Yahudi telah memasuki wilayah Senegal dan sekitarnya, tetapi tidak berkembang. Pada awal abad ke-8 para pangeran Ghana dan pengikutnya yang memerintah Tukrur (Tukulor), sebagaimana pemerintahan Mali telah menerima Islam. Pada awal abad ke-13, Timbuktu (Mali) telah menjadi pusat kebudayaan Islam. Tahun 1400-an pelaut Portugis menemukan Senegal dan mengadakan hubungan dagang dengan penduduk setempat.

Tahun 1500-an, Inggris, Belanda dan Perancis mengambil-alih perdagangan itu dari Portugis. Pada abad ke-17 kekuasaan Perancis mulai berkembang. Pada tahun 1720, dakwah Islam mendapat kekuatan baru setelah Takrur mendirikan suatu pemerintahan teokrasi di Fouta Jallon, daerah perbukitan di sebelah selatan, dekat perbatasan dengan Guinea. Tahun 1776 suku Fulani (Fula atau Ful) diislamkan. Tahun 1802 Usman Danfonjo dari Tukrur mendirikan negara Sokoto. Umar salah seorang anggota keluarga sukunya yang telah melaksanakan ibadah haji, menjadi anggota barisan pejuang-pejuang tarekat Tijaniah yang sangat berpengaruh di Maroko.

Dari tahun 1838 ia menaklukkan sebagian besar wilayah Sudan. Pada waktu kematiannya tahun 1864, Islam telah diakui sebagai agama negara. Tahun 1800-an pasukan Perancis menaklukkan negara Islam merdeka terakhir di Afrika, yang terdapat di pedalaman Senegal. Tahun 1882 Perancis menjadikan Senegal sebagai koloninya. Tahun 1895 koloni ini menjadi bagian dari Federasi Teritori Perancis yang disebut Afrika Barat Perancis dengan Dakar sebagai ibu kota.

Sejak zaman penjajahan Perancis, kelompok-kelompok tarekat dan pemimpinnya memainkan peranan penting dalam politik. Perancis sangat tergantung kepada para marabout dalam usahanya menjalin kerjasama dengan kaum tani. Pada awal abad ke-20 rakyat Senegal mulai menuntut kemerdekaan. Tahun 1956 Senegal mengambil-alih kontrol atas politik dalam negeri, pada tanggal 20 Juni 1960 Senegal memperoleh kemerdekaan penuh dari Perancis. Sebelumnya pada tahun 1959 Senegal bersama Sudan Perancis (sekarang Mali) membentuk federasi, tetapi tanggal 20 Agustus 1960 Senegal menarik diri dari federasi itu. Dalam gerakan nasionalisme setelah Perang Dunia II dan dalam perjuangan kemerdekaan, para pemimpin tarekat memainkan peranan penting.

Dukungan yang diberikan para marabout kepada Leopold Sedar Senghor (seorang Katolik) merupakan faktor utama kemenangannya atas Lamine Gueye untuk jabatan presiden Senegal sejak merdeka (1960). Tahun 1981 Presiden Leopold digantikan Perdana Menteri Abdou Diouf. Kini umat Islam di Senegal semakin mantap beragama dan semakin teratur melaksanakan ibadah. Berkat bantuan negara-negara Afrika utara dan Timur Tengah, bangunan-bangunan masjid yang megah mulai tampak.

Semakin banyak mahasiswa yang melanjutkan studi keislaman di negara-negara Islam, dan bantuan tenaga guru terus bertambah untuk sekolah dasar dan menengah dalam bidang bahasa Arab dan al-Qur'an. Sekitar 80% orang tua memasukkan anak-anak mereka ke sekolah al-Qur'an di samping sekolah umum.

Tetapi kelompok yang menaruh perhatian kepada usaha reformasi Islam masih kecil. Para pemimpin Islam yang mengirim anak-anak mereka untuk dididik di Afrika utara dan Timur Tengah, dan orang-orang Senegal yang lama tinggal di negara-negara Islam, terkadang melakukan protes terhadap tidak dilaksanakannya ajaran Islam secara penuh di Senenegal.

sumber: pesantrenonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar